Rabu, 19 Juni 2013 | By: Unknown

Menabung,Masih Perlukah ?




                      

                             Menabung,Masih Perlukah ?  


Belajar Financial - Akui saja, rekening tabungan kita hanya tempat parkir dana setelah gajian, lalu habis tersebar untuk membayar tagihan ini-itu, mulai kartu kredit hingga urusan rumah seperti listrik dan air. Katakanlah ada dana tersisa, apakah kita bisa mengharapkan dana tersebut berkembang dan berguna untuk berbagai kebutuhan?

Sudah jamak kita dengarkan para Financial Planner mengatakan: “Jika untuk tujuan meraih masa depan, jangan menabung, tapi berinvestasilah”. Nasihat itu sudah cukup untuk membuat kita berpikir ulang: "Benarkah menabung masih diperlukan?"

90% orang sukses menyarankan: "Jangan pernah menjadikan tabungan sebagai prioritas anda. Habiskanlah semua jatah tabungan anda untuk berinvestasi!"

Dengan perencanaan keuangan bulanan yang tepat, apalagi dengan ikut layanan one-bill di beberapa bank (alokasi pembayaran otomatis yang diambil dari rekening kita setiap bulan), saving yang memadai bisa kita set per bulan. Tinggal pertanyaannya: Diletakkan dimana dana lebih tersebut?

Sebagian orang yang memaksakan diri dan ‘terlanjur’ menyimpan dananya dalam bentuk tabungan dan deposito di bank, apalagi bertahun lamanya, hanya menikmati kenaikan 6-7% dari dana yang ia simpan, sementara inflasi kebutuhan pokok, pendidikan dan transportasi terinflasi minimal 10%/thn. Setiap tahun masyarakat yang menabung ‘MAKIN MISKIN’ 3-4% karena daya beli uang yang ia simpan terus turun.

Sebetulnya dana tabungan bisa juga berfungsi untuk dana darurat. Syaratnya adalah alokasinya cukup (dana tersedia sejumlah 6 – 12x belanja bulanan) dan liquid atau mudah dicairkan. Jika untuk syarat ini, maka menyimpan dana (saving) dalam logam mulia sangatlah menjanjikan. Bahkan tidak hanya berfungsi untuk menabung, logam mulia terutama emas juga berfungsi sebagai investasi. Mengalahkan ‘investasi sungguhan’ yang banyak ditawarkan sebagai produk keuangan seperti deposito, reksadana dan obligasi retail. Dengan kenaikan rata-rata 15-20% per tahun, liquid karena bisa digadaikan dan diperjual-belikan, emas (dan perak) adalah penyelamat aset dan hasil jerih payah kita.

Satu contoh tabungan yang juga digunakan untuk perencanaan masa depan adalah tabungan pendidikan. Sebagian orang yang lain mengambil juga asuransi pendidikan. Meski beberapa perencana keuangan tidak satu ide tentang pentingnya asuransi pendidikan bagi anak-anak karena fungsi dasar dari asuransi apapun adalah perlindungan atas resiko. Sehingga yang tepat adalah mengasuransikan orang tua terutama yang menjadi sumber pendapatan keluarga.

Sebenarnya untuk mempersiapkan dana pendidikan bisa dilakukan dengan 3 cara yaitu:

(1) Bundling/ dibungkus bersama asuransi pendidikan,
(2) Tabungan biasa, dan
(3) Tabungan rencana.

Merencanakan tabungan pendidikan yang rasional adalah dengan menghitung dan membandingkan antara kenaikan biaya (inflasi) biaya pendidikan dengan kenaikan (tingkat hasil atau margin atau bunga) dari tabungan yang kita pilih. Kenaikan biaya pendidikan saat ini, baik di sekolah swasta maupun negeri, sama-sama ‘merisaukan’. Bagaimana mempersiapkannya?

Liberalisasi kebijakan pendidikan di level perguruan tinggi, persyaratan untuk sertifikasi sekolah internasional dan juga kenaikan biaya-biaya pada umumnya telah mendorong biaya masuk dan biaya bulanan sekolah naik rata-rata 15% per tahun. Berapa tingkat hasil/ kenaikan yang didapatkan dari tabungan pendidikan anak-anak kita? 5% atau 7%? Jika demikian, apakah benar tabungan kita bisa mengejar kenaikan biaya sekolah?

Mari hitung, biaya masuk salah satu Sekolah Dasar terbaik Jakarta sekitar Rp23.000.000. Jika si kecil baru lahir, berapa biaya sekolahnya 6 tahun lagi? Dengan asumsi naik 15% per tahun, maka biaya naik menjadi sekiar Rp53 juta. Apakah tabungan ‘biasa’ kita bisa mengejarnya? Kesalahan 5% perencanaan keuangan pendidikan anak untuk 15 tahun ke depan (misal untuk persiapan masuk perguruan tinggi) bisa menyebabkan ‘missed’ sebesar Rp1 Milyar.

Kita perlu langkah ‘TIDAK BIASA’ jika ingin merencanakan biaya pendidikan anak dengan lebih mudah. Salah satunya dengan menabung di asuransi atau berinvestasi emas. Karena naik diatas rata-rata inflasi berbagai kebutuhan, semisal Haji, Umroh, Pendidikan Anak mulai SD hingga Perguruan Tinggi serta Dana Pensiun maka emas & asuransi membuat perencanaan keuangan kita menjadi lebih mencapai sasaran. Emas naik rata-rata 20% per tahun, Sementara tabungan asuransi pendidikan naik rata-rata 18%/thn, sehingga ada surplus 5- 10% diatas kenaikan biaya pendidikan. Hitung ulang dengan case yang sama seperti di atas menggunakan rumus Future Value FV = PV*(1+r)^n  ->

Jika kita berinvestasi di emas, 5 tahun kedepan kita mengalami resiko sakit, kecelakaan, cacat tetap atau meninggal, maka mau atau tidak kita harus mencairkan emas tersebut untuk kebutuhan pengobatan dan kebutuhan sehari-hari. Jadi otomatis dana pendidikan akan musnah.

Sementara jika kita berinvestasi di asuransi pendidikan, dan kita mengalami masalah resiko hidup yg sama, maka kita akan mendapatkan manfaat santunan dan pembebasan premi. Pembebasan premi yang dimaksud disini adalah anda tidak perlu melanjutkan pembayaran biaya asuransi, perusahaan yang akan melanjutkan pembayarannya malah anda akan diberikan dana sebesar premi anda setiap bulannya langsung ke tabungan pendidikan anda sampai anda mencapai usia 65thn. Jadi sudah bisa dipastikan dana pendidikan untuk buah hati anda tidak akan terganggu sama sekali.

Jadi masih perlukah anda menabung?

Atau anda akan menempuh cara yang dianggap "TIDAK BIASA" dengan berinvestasi?

Jika pilihan anda jatuh pada investasi, dimana anda akan meletakkan dana anda? Emas atau Asuransi Pendidikan?

Andalah sendiri yang menentukan masa depan buah hati anda.

Melayani dengan tulus,
 
PT.Allianz Life Indonesia
Suwan Jaya Sujanto
HP: 081260580072
Pin BB: 26BFB9A2

0 komentar:

Posting Komentar